Friday, May 29, 2015

fenomena stress pada wanita

Stres sering dialami banyak orang karena gaya hidup masa kini yang serba cepat. Dengan cara yang sederhana, Stress dapat didefinisikan sebagai keadaan mental yang diakibatkan dari ketegangan. Hal ini dapat dialami oleh pria maupun wanita. Tapi wanita lebih lelah ketika mereka menghadapi situasi stres. Stress berlebih dapat menyebabkan kondisi mental lainnya seperti kecemasan dan depresi.

Dalam sebagian besar kasus, perempuan menderita stress berlebih karena mereka melaksanakan peran ganda pada saat yang sama, seperti mengelola pekerjaan, keluarga, dan keuangan. Keputusan untuk mengambil 2 peran berbeda yaitu di rumah tangga dan di tempat kerja tentu diikuti dengan tuntutan dari dalam diri sendiri dan masyarakat. Tuntutan dari diri sendiri dan sosial ini menyerukan hal yang sama yaitu keberhasilan dalam dua peranan tersebut. Idealnya memang setiap wanita bisa menjalani semua peran dengan baik dan sempurna, namun ini bukanlah hal mudah. Banyak wanita berperan ganda mengakui secara operasional sulit untuk membagi waktu bagi urusan rumah tangga dan urusan kantor (Izzaty,1999). Dalam Hurlock (1992) bahwa wanita tidak menyukai kalau harus melaksanakan beban tugas ganda, satu tugas dalam dunia perkantoran dan satu lagi tugas rumah tangga. Wanita merasa bersalah karena menolak tugas rumah tangga, contohnya dari sekian banyak tugas rumah tangga hanya tugas merawat anak yang dapat dilakukan atau bahkan tugas ini dilakukan oleh baby sitter. Akibatnya bagi wanita pekerja, maka kehidupan rumah tangga merasa tidak memuaskan.

Analisis: 
Wanita memiliki stressor yang lebih tinggi dalam kehidupan sehari hari. Selain sebagai ibu rumah tangga yang harus mengurus anak, membersihkan rumah saja sudah menjadi suatu stress tersendiri bagi mereka, apalagi untuk ditambah sebagai wanita kantoran yang mengurus pekerjaan kantor dan bisa pulang hingga larut malam yang membuat kelurga merasa tidak memuaskan karena pekerjaan sebagai ibu rumah tangga tidak sempat dikerjakan. Hingga akhirnya memakai jasa baby sitter yang di satu sisi memang membantu namun memakai jasa tersebut hanya menambah pengeluaran yang cukup besar. 

Referensi : 
Jurnal Psikologi Unair 2012 , vol 1, No. 2, 107-118
Opin, Michael & Hesson, Morgie. 2014.Stress Management for life 3rd edition. USA
Wiley, John & Sons. 1991. Personality and stress. England

Hubungan Kesehatan mental dengan Kecerdasan emosional

Kecerdasan Emosi (EI)
Di tahun 1990, dua Psikolog, Peter Salovey dan John Mayer mengeluarkan istilah kecerdasan emosi atau EI. Hal ini mengacu pada keempat keterampilan yang saling berhubungan: kemampuan untuk melihat, menggunakan, memahami dan mengelola atau mengatur emosi—milik kita sendiri atau orang lain—sehingga dapat mencapai tujuan. Kecerdasan emosi memungkinkan individu untuk memanfaatkan emosi untuk menghadapi lingkungan sosial secara lebih efektif. Hal ini membutuhkan kesadaran mengenai tipe-tipe perilaku yang sesuai dalam suatu kondisi sosial.

untuk mengukur kecerdasan emosi, psikolog menggunakan tes kecerdasan emosi Mayer-Salovey-Caruso (MSCEIT) (Mayer, Salovy, & Caruso, 2002), tes berdurasi 40 menit untuk menjawab pertanyaan dari tes tersebut yang menghasilkan skor untuk setiap kemampuan tersebut, sebagai nilai total.

Kecerdasan emosi berdampak pada kualitas hubungan personal. Studi menemukan bahwa mahasiswa yang mendapat nilai tinggi pada MSCEIT melaporkan cenderung lebih memiliki hubungan yang posisitf dengan orang tua dan teman-temannya, sedangkan mahasiswa yang memiliki nilai yang rendah pada MSCEIT melaporkan terlibat dalam penggunaan obat-obatan terlarang dan mengonsumsi alcohol berlebihan, dan tema-teman dekat mahasiswa yang memiliki nilai tinggi dalam MSCEIT menilai sebagai orang yang cenderung lebih memberikan dukungan emosional seetiap saat jika diperlukan. Pasangan mahasiswa yang keduanya memiliki nilai tinggi pada MSCEIT memiliki hubungan yang membahagiakan, saat pasangan yang nilainya rendah tidak berbahagia.

Kesehatan mental
Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental memiliki pengertian kemampuan seseorang untuk dapat menyesuaikan diri sesuai tuntutan kenyataan di sekitarnya. Tuntutan kenyataan yang dimaksud di sini lebih banyak merujuk pada tuntutan yang berasal dari masyarakat yang secara konkret mewujud dalam tuntutan orang-orang yang ada di sekitarnya.

Orang dewasa paruh baya lebih mungkin mengalami distress psikologis serius: kesedihan yang berlebihan, rasa gugup, putus asa, dan rasa tak berharga sepanjang waktu dari pada orang dewasa yang lebih muda atau yang lebih tua. Individu dewasa dengan tekanan psikologis yang serius lebih mungkin dibandingkan sebayanya didiagnosis menderita penyakit jantung, diabetes, artritis atau stroke dan melaporkan perlu bantuan di kehidupan sehari-hari seperti  mandi dan berpakaian.

 Dalam studi nasional yang luas dari perempuan usia paruh baya, sekitar 1 dari 4 menunjukkan gejala depresi. Sebagaimana studi sebelumnya, prevalensi tertinggi terjadi diantara perempuan Afro Amerika dan Hispanik Amerika dan terendah terjadi diantara perempuan china amerka dan jepang amerika. Perbedaan SSE dan factor berisiko lainnya mungkin menjelaskan kesenjangan ras/etnis tersebut. perempuan yang kurang berpendidikan dan memiliki kesulitan memenuhi kebutuhan dasar lebih mungkin memiliki gejala depresi. begitu juga, mereka yang menyebut kesehatan mereka buruk atau cukup dan ada yang menyebut mereka berada dibawah tekanan atau kurang mendapatkan dukungan sosial dan factor-faktor tersebut jauh lebih penting dibandingkan tanda yang nyata dari SSE.

Kesehatan mental seseorang sangat berpengaruh dalam kecerdasan emosinya. Pepatah kuno Solomon, “ Hati yang riang adalh obat yang baik”, menjadi acuan bagi penelitian setiap saat. Emosi negative seperti kecemasan dan putus asa sering kali dihubungkan dengan kesehatan fisik dan mental yang buruk, dan emosi positif seperti harapan, dihubungkan dengan kesehatan yang baik dan kehidupan yang lebih lama. Karena otak berinteraksi dengan semua system biologis tubuh, perasaan dan kepercayaan berpengaruh terhadap fungsi tubuh, termasuk fungsi system imun. Suasana hati negative rupanya menahan fungsi system imun dan meningkatkan kerentanan pada penyakit, suasana hati yang posisitf tampaknya mempertinggi fungsi imun.

Referensi :
Feist, G. J., & Feist, J. (2010). Theories of personality 7th ed. Jakarta: Salemba Humanika
Papalia, D. E., & Feldman, R. D. (2014). Experience human development 12th ed.
Jakarta: Salemba Humanika.


Tugas Kelompok (Terapi Behaviour Teknik Desensitisasi Sistematis)


Source : Youtube
Wolpe (dalam Corey, 2007) mengungkapkan bahwa teknik desensitisasi sitematis merupakan salah satu teknik perubahan perilaku yang didasari oleh teori atau pendekatan behavioral klasikal.  Perhatian behavioral adalah pada perilaku yang nampak, sehingga terapi tingkah laku mendasarkan diri pada penerapan teknik dan prosedur yang berakar pada teori belajar yakni menerapkan prinsip-prinsip belajar secara sistematis dalam proses perubahan perilaku menuju kearah yang lebih adaptif.

Menurut sejarah teknik desensitisasi sitematis, Corey (2005) mengemukakan tentang latar belakang teknik ini melihat bahwa rasa takut dipelajari lewat pengkondisian, demikian juga sebaliknya rasa takut dapat dihilangkan lewat pusat pengkondisiannya.  Desensitisasi sistematis dikembangkan dalam tradisi behavioristik pada awal tahun 1950 oleh Joseph Wolpe. Asumsi dasar teknik ini adalah respon ketakutan merupakan perilaku yang dipelajari dan dapat dicegah dengan menggantikan aktivitas yang berlawanan dengan respon ketakutan tersebut. Respon khusus yang dihambat oleh proses perbaikan (treatment) ini adalah kecemasan-kecemasan atau perasaan takut yang kurang beralasan; dan respon yang sering dijadikan pengganti atas kecemasan tersebut adalah relaksasi atau penenangan.  Prinsip dasar Desensitisasi adalah memasukkan suatu respon yang bertentangan dengan kecemasan yaitu relaksas.

Pengertian Desensitisasi
Desentisasi yaitu suatu cara untuk mengurangi rasa takut atau cemas seorang anak dengan jalan memberikan rangsangan yang membuatnya takut atau cemas sedikit demi sedikit rangsangan tersebut diberikan terus, sampai anak tidak takut atau cemas lagi (Dalimunthe, 2009). Prosedur treatment ini dilandasi oleh prinsip belajar counterconditioning, yaitu respon yang tidak diinginkan digantikan dengan tingkah laku yang diinginkan sebagai hasil latihan yang berulang-ulang. Teknis desentisisasi ini sangat efektif untuk menghilangkan rasa takut atau fobia. Prinsip macam terapi ini adalah memasukan suatu respon yang bertentangan dengan kecemasan yaitu relaksasi. Pertama-tama subyek dilatih untuk relaksasi dalam, salah satu caranya misalnya secara progresif merelaksasi berbagai otot, mulai dari otot kaki, pergelangan kaki, kemudian keseluruhan tubuh, leher dan wajah. Pada tahap selanjutnya ahli terapi membentuk hirarki situasi yang menimbulkan kecemasan pada subyek dari situasi yang menghasilkan kecemasan paling kecil sampai situasi yang paling menakutkan. Setelah itu subyek diminta relaks sambil mengalami atau membayangkan tiap situasi dalam hirarki yang dimulai dari situasi yang paling kecil menimbulkan kecemasan (Purnama, 2008)

Desentisisasi adalah salah satu tehnik yang paling luas di gunakan dalam terapi tingkah laku. Desentisisasi sistematik di gunakan untuk menghapus tingkah laku yng di perkuat secara negatif, dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak di hapuskan itu. Dengan pengkondisian klasik, responrespon yang tidak di kehendaki dapat di hilangkan secara bertahap (Marfiati, 2009).

Prosedur Latihan Desensitisasi
Teknik desensitisasi dipergunakan terutama untuk mengatasi rasa takut terhadap sesuatu, terutama yang mengalami phobia (takut yang berlebihan atau tidak wajar). Teknik ini mengandung unsur-unsur untuk mengajar bagaimana seseorang yang dihinggapi rasa takut terhadap sesuatu, yang sebetulnya tidak perlu ditakuti, untuk dapat lebih berani menghadapi hal yang ditakuti tadi. Teknik ini juga merupakan sesuatu counter conditioning (melawan kondisi) untuk melawan rasa takut terhadap sesuatu.

Langkah-langkah Relaksasi
1.    Tarik nafas dalam-dalam dan tahan selama 10 detik kemudian lepaskan. Biarkan lengan Anda dalam posisi di atas paha atas lepas begitu saja.
2.    Angkat tangan Anda kira-kira separuh sofa (atau pada sandaran kursi) kemudian bernafaslah secara normal. Letakkan tangan Anda di atas sofa (kursi).
3.    Sekarang pegang lengan Anda lalu kepalkan dengan kuat. Rasakan ketegangannya dalam hitungan sampai tiga dan pada hitungan yang ketiga letakkan tangan Anda. Satu…Dua…Tiga. Angkat tangan Anda, kembali
4.    Angkat tangan Anda kembli, tekuk jemari Anda ke belakang ke arah lain ( ke arah tubuh Anda ). Sekarang letakkan tangan Anda dan tenanglah.
5.    Angkat tangan Anda sekarang, letakkan kemudian rileks.
6.    Angkat tangan Anda sekali lagi, tapi saat ini tepukkan tangan Anda dan rileks.
7.    Angkat tangan Anda.
8.    Naikan tangan Anda di atas sofa dan tegangkan otot bisep anda sampai bergetar. Bernafaslah normal, lepaskan tangan anda dan rileks ( perhatikan perasaan tenang dan rileks yang Anda rasakan).
9.    Sekarang rentangkan lengan anda dan tegangkan otot bisep anda. Yakinlah bahwa Anda bernafas normal setelah itu rileks.
10.  Lengkungkan pundak anda ke belakang, tahan dan yakinkan lengan anda rileks.
11.  Bungkukkan pundak anda ke depan, tahan dan yakinkan lengan anda rileks.
12.  Putar kepala Anda ke kanan, tegangkan leher anda lalu rileks dan kembali ke posisi pertama.
13.  Putar kepala Anda ke kiri, tegangkan leher anda lalu rileks dan kembali ke posisi pertama.
14.  Bengkokkan kepala sedikit ke belakang, tahan lalu kebali ke posisi semula.
15.  Tunduk kepala ke bawah sampai hampir menyentuh dagu menyentuh dada, tahan kemudian rileks dan kembali ke posisi semula.
16.  Buka mulut anda lebar-lebar kemudian rileks.
17.  Tegangkan bibirmu dengan cara menutup mulut anda kemudian rileks
18.  Letakkan lidah anda pada langit-langit mulut, tekan dengan keras biarkan lidah anda kembali ke posisi semula dan rasakan perasaan tenang.
19.  Letakan lidah anda di bagian dasar mulut, tekan ke bawah biarkan lidah anda kembali ke posisi semula dan rasakan perasaan tenang.
20.  Duduklah di sebelah sana kemudian rileks dan jangan memikirkan apapun.
21.  Untuk mengontrol luapan emosi, Anda dapat bernyayi dengan nada tinggi, tidak terlalu keras! baiklah sekarang mulai bernyayi, tahan pada nada tinggi tersebut kemudian rilek.
22.  Menyanyilah dengan nada sedang dan buatlah pita suara anda tegang kembali lulu biarkan rileks.
23.  Menyanyilah dengan nada rendah dan buatlah pita suara anda tegang kembali kemudian rileks.
24.  Sekarang pejamkan mata anda erat-erat lalu bernafaslah normal kemudian rileks. (perhatikan bagaimana perasaan sakit anda hilang ketika Anda rileks).
25.  Biarkan mata anda rileks dan biarkan mulut anda sedikit terbuka.
26.  Buka mata anda lebar-lebar, tahan kemudian rilleks.
27.  Kerutkan dahi anda sebisa mungkin, tahan kemudian rileks.
28.  Tarik nafas dalam-dalam, tahan, hembuskan keluar kemudian rileks (perhatikan perasaan lapang saat kamu menghembuskan nafasmu).
29.  Bayangkan bahwa ada sebuah beban berat menarik seluruh otot anda sehingga membuatnya lembek setelah itu rileks.
30.  Tarik otot-otot perut bersamaan lalu rileks.
31.  Tegangkan otot-otot anda seolah-olah Anda pegulat profesional. Buatlah otot perut anda mengeras kemudian rileks.
32.  Keraskan otot pantat anda, tahan kemudian rileks.
33.  Sekarang kita beralih ke bagian atas dari tubuh anda yang tegang kemudian rileks. Pertama otot-otot muka ( Jeda…3-5 detik ). Otot-otot tenggorokan. ( Jeda …. 3-5 detik) daerah leher. (Jeda ….3-5 detik) bagian pundak. (Jeda..) Lengan dan jari. 34. Pertahankan keadaan rileks ini, angkat kedua kaki anda (kira-kira membentuk sudut 45) kemudian rileks.
34.  Tekuk kaki bagian belakang sehingga ujung jari kaki mengarah ke muka anda. Rileks
35.  Tekuk kaki anda ke arah lain dari tubuh anda tidak terlalu jauh rasakan ketegangannya, kemudian rileks.
36.  Rileks! (Jeda). Sekarang lengkungkan jari kakimu bersamaan sekuat mungkin, kemudian rileks. (Tenanglah sekitar30 detik).
37.  Prosedur relaksasi formal ini telah lengkap. Sekarang perhatikan tubuh anda dari ujung kaki sampai kepala bahwa setiap otot dalam keadaan rileks. (Sebutlah satu persatu!).
Pertama jari-jari kaki,… kaki,… Pantat,…. Perut,… Pundak,… Leher,… Mata,… dan
terakhir dahi. Semua harus dalam kadaan rileks. (tenang selama 10 detik). Berbaringlah di tempat lain dan rasakan perasaan tenang, perhatikan kehangatan dari relaksasi tersebut. Pertahankan keadaan tersebut satu menit lagi, kemudian hitung sampai lima. Ketika sampai lima, bukalah mata dan rasakaan perasaan segar dan tenang. (tenang sekitar satu menit). Ulangi prosedur ini beberapa kali sampai akhirnya Anda benar-benar merasakan perasaan yang sangat tenang.

Langkah-Langkah Pelaksanaan Desensitisasi
1.    Menjelaskan apa dan mengapa teknik desensitisasi diberikan pada klien, dengan maksud agar klien yakin teknik ini dapat membantu menghilangkan ketakutannya.
2.    Melakukan latihan penenangan agar klien benar-benar dalam kondisi rileks.
3.    Konselor menganalisis kejadian-kejadian yang bersangkut paut dengan keadaan yang menjadikan klien terlalu sensitif terhadap sesuatu, kemudian konselor melakukan hal-hal sebagai berikut:
      a. Konselor membantu menulis beberapa macam kalimat berkenaan dengan rasa takut klien pada sesuatu dalam dalam bentuk daftar.
      b. Menyusun dan melengkapi daftar tersebut bersama klien.
      c. Membantu klien mengurut jenjangkan daftar tersebut dari yang paling kurang ditakuti sampai kepada yang sangat ditakuti.
4.    Menyelenggarakan desensitisasi dengan cara sebagai berikut:
     a. Klien disuruh duduk dengan rileks.
     b. Klien diminta memejamkan mata.
     c. Klien mengikuti instruksi-instruksi konselor.
5.    Melakukan evaluasi, untuk mengetahui apakah klien benar-benar sudah dapat mengikuti latihan untuk urut jenjang berikutnya
6.    Tindak lanjut: Tindak lanjut dapat dilakukan dengan mengulangi kembali urut jenjang sama bila klien masih takut atau dapat melanjutkan ke urut jenjang berikutnya.


Daftar Pustaka:
Corey, Gerald. 2007. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
Corey, Gerald. 2005. Theory and Practice of Counseling & Psychotherapy.7th ed. Belmont : Thomson Brooks/Cole